Kamis, 19 Januari 2012

WAWANCARA EKSKLUSIF HERNOWO DENGAN MUNIF CHATIB
TENTANG BUKU SEKOLAHNYA MANUSIA
1. Mas Munif, Anda baru saja meluncurkan buku pertama Anda yang berjudul Sekolahnya Manusia. Bagaimana perasaan Anda melihat produk Anda ini? Secara ringkas, apa yang ingin Anda sampaikan (bagikan) lewat Sekolahnya Manusia?
Jawab:
Perasaan saya tentunya senang dan lega, seperti bendungan air yang dibuka pintunya, terus air mengucur deras mengguyur tanah-tanah kering di bawahnya. Seperti itu perasaan saya. Dalam buku tersebut sebenarnya saya ingin menyampaikan sebuah kenyataan bahwa jutaan institusi yang bernama sekolah sudah tidak manusiawi lagi. Anak dipaksa oleh target-target tertentu yang tidak sesuai dengan kecerdasan dan bakatnya. Sehingga lahirlah jutaan siswa bodoh dan sedikit siswa yang pandai. Dalam ‘sekolahnya manusia’ tiba-tiba sekolah menjadi tempat yang nyaman buat para siswanya. Mereka menuangkan apa yang mereka ingin lakukan dan ingin capai. Ternyata dengan cara yang khas dan multiple semua siswa adalah cerdas. Banyak orang bilang, itu mustahil, namun dengan ‘sekolahnya manusia’ ternyata bukan hanya sekedar mimpi.

2. Apakah setelah berhasil melahirkan buku pertama ini, Anda kemudian memiliki keinginan untuk melahirkan buku kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya? Jika berkenan, apa saja topik-topik yang akan Anda tulis dan dijadikan buku?
Jawab;
Ya … sekolahnya manusia seperti gambaran seekor gajah. Pembaca yang membaca akan mengetahui ternyata gajah itu kakinya empat, telinganya lebar, belalainya panjang dan lain-lain. Tidak mungkin pembaca menyebutkan gajah itu punya sayap. Gambaran global (global analysis) itulah target dari buku sekolahnya manusia. Saya sudah mempersiapkan buku-beku berikutnya, yaitu lebih ‘task analysis’, artinya bagaiman sih detail kaki gajah, telinga gajah, mulut gajah. Atau bagaimana kalau gajah makan, lari, dan lain-lain. Buku kedua, saya ingin memaparkan bagaimana sebuah ‘special moment’ terjadi antara guru dan siswanya. Buku ke3 saya ingin mengulas apa yang terjadi pada siswa yang nakal dan bodoh di sebuah sekolah. Buku ke 4 saya ingin mengulas habis tentang kreatifitas guru sebagai tantangan buat teman-teman guru dalam profesionalitas. Dan seterusnya saya ingin menulis hal-hal yang fokus terkait dengan pembelajaran di sekolah. Saya pernah me-list rencana buku-buku selanjutnya, sampai hari ini sudah tersusun sekitar 125 judul buku, ‘subhanallah’ semoga diberikan kesehatan dan umur panjang.
3. Saya membaca di buku pertama Anda ini bahwa Anda dahulu adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. Namun, kemudian Anda merasakan bahwa Anda lebih mantan mengajar atau menerjuni dunia pendidikan. Anda kemudian pun iku kuliah jarak jauh di Supercamp Oceanside California USA yang dipimpin Bobbi DePorter dan lulus dengan menduduki peringkat ke-5. Tolong ceritakan mengapa Anda lebih tertarik di dunia pendidikan?
Jawab:
Jujur, saya sebelumnya tidak tahu menahu dunia ‘hukum’. Saya masuk fakultas hukum hanya coba-coba saja, sebab waktu itu tidak ada informasi yang tepat tentang program jurusan apa yang sesuai dengan kecenderungan kecerdasan dan bakat saya. Saya sempat menangani beberapa kasus ketika lulus, namun tidak ada yang menang dan tuntas. Saya akhirnya introspeksi diri dan menemukan bahwa dunia saya buk an menjadi ‘pengacara’. Ketika mencoba jadi asisten dosen dan akhirnya menjadi dosen, saya merasa ‘AHA’ inilah dunia saya. Saya paling suka menyampaikan sesuatu yang rumit namun akhirnya menjadi mudah ditangkap oleh para mahasiswa saya. Apalagi setelah belajar tentang multiple intelligence, saya mencoba mengajar mulai dari tingkatan TK sampai perguruan tinggi. Dan akhirnya saya merasa ‘inilah dunia saya – I am a teacher’. Itu ketertarikan saya di dunia pendidikan yang mikro. Kalau yang makro, saya melihat kondisi pendidikan di Indonesia yang kecepatan untuk majunya rendah. Beda dengan negara-negara lain yang punya speed cepat. Saya melihat problemnya ada dua hal yang mendasar yaitu ‘sistem pendidikan’dan kualitas sdm guru. Pada saat banyak guru yang mau maju dan kreatif, mereka berhenti bahkan mundur karena ‘sistem’ yang memaksa itu. Setiap guru yang kreatif mempunyai tembok penghalang yang demikian kokoh untuk ditembus yaitu ‘sistem’.

http://munifchatib.wordpress.com
{Konsultan Islamic Boarding School Lazuardi Insan Kamil)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar